Sabtu, 12 November 2011

Tibun Nabawi

Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab [33]:21)
Dinul Islam hadir di muka bumi ini melalui Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) dengan totalitas yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu hubungannya antar sesama manusia (hablum minannas) maupun hubungannya dengan Allah SWT (hablum minallah) sebagai sang khaliq. Begitu sempurna agama ini sehinga membidangi sisi apaun dalam kehidupan manusia, yang salah satu diantaranya adalah bidang pengobatan.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) sebagai uswatun hasanah (suritauladan baik) bagi seluruh ummat manusia, mengajak kepada seluruh manusia yang hidup dimuka bumi ini untuk berpedoman kepada AL-Qur’an dan As-Sunnah dalam bidang apapun khususnya dalam bidang kesehatan. Karena dari AL-Qur’an dan As-Sunnah inilah konsep Thibbun Nabawi (kedokteran nabi ) itu bermula. Sehingga oleh seorang ulama besar, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, khazanah-khazanah dalam bidang kesehatan ini dirangkum dalam sebuah buku yang bertajuk “Kitab Pengobatan Nabi”.
Konsep pengobatan dalam Thibbun Nabawi ini adalah suatu konsep yang akan terus update dengan masa kapan saja  dan dimana saja. Pasalnya, apa yang Nabi sampaikan adalah sesuatu yang memang Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) bimbing melalui wahyu.
Konsep konsep pengobatan dalam Islam itu antara lain :

Pertama, Keyakinan. Ketika seseorang sakit, ia harus sangat menyakini bahwa sakit yang dia alami tersebut berasal dari Allah SWT, dan Allah juga yang akan menyembuhkannya. Seperti dalam firman-Nya:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
“Dan apabila aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku..” (Asy-Syu’araa [36]:80)
Di samping itu ada juga Hadits yang berbunyi, “Lii Kulli Daa In dawaun.” Artinya:  “Setiap penyakit pasti ada obatnya.”
Dari kedua hujjah ini, seseorang yang menderita suatu penyakit, seyogyanya mempunyai suatu keyakinan yang sangat kuat bahwa tiada satu pun yang ada di dunia ini yang mampu menyembuhkan kecuali Allah ‘Azza wa Jalla melalui izin-Nya.
Seseorang yang menderita sakit hendaknya berkeyakinan yang sangat kuat bahwa semua penyakit pasti ada obatnya, karena memang pada dasarnya seperti itulah yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW)  kabarkan mengenai hal tersebut, bahkan beliau menyebutkan “hanya ada dua penyakit yang tidak bisa disembuhkan, yaitu: Mati dan Pikun”.
Sehingga jika kita mendengarkan seseorang yang mengatakan bahwa ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan, maka ucapannya itu bertolak belakang dengan  apa  yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW)  dan wajib bagi kita untuk menolaknya.

Kedua, Menggunakan obat yang halal dan thoyyib. “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya, dan menjadikan setiap penyakit pasti ada obatnya.Maka berobatlah kalian, tapi jangan dengan yang haram.” (Riwayat Abu Dawud)
Konsep kedua dalam pengobatan Islam adalah menggunakan obat  yang halal dan thoyyib. Ada hal yang penting dari apa yang disampaikan Rasulullah SAW melalui Hadits ini.
Dari sini dapat kita pahami bahwa tidak mungkin obat-obatan  yang digunakan seseorang adalah sesuatu yang haram, karena pastinya ketika Allah menciptakan suatu penyakit, Allah juga menurunkan obatnya, namun karena Allah Maha Suci (Al-Quddus), tidaklah mungkin Allah akan menurunkan penawarnya dari benda yang haram.
Hal ini patut kita cermati, karena kita sekarang banyak mendapati obat-obatan yang digunakan pada sa’at ini, ternyata berasal dari barang haram, termasuk gelatin yang banyak sekali digunakan dalam dunia pengobatan masa kini yang ternyata berasal dari babi. Sebagai contoh, LPPOM –MUI banyak mendapatkan ternyata cangkang kapsul yang digunakan untuk obat, banyak dihasilkan dari gelatin babi.
Hal ini patut menjadi perhatian kita semua, karena perihal halal haram menjadi suatu hal yang sangat penting dalam Islam yang  bisa membuat amalan ibadah seseorang tidak diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla karena permasalahan haramnya obat yang dia minum.

Ketiga, Tidak menimbulkan mudharat yang mencacatkan tubuh. Dalam pengobatan Islam, kita di anjurkan untuk tidak melakukan pengobatan yang kiranya pengobatan tersebut membawa kemudharatan yang justru menimbulkan masalah baru bagi seseorang.
Oleh karena itu dalam Thibbun Nabawi semampu mungkin kita menjaga tubuh yang sempurna ini dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat merusak tubuh kita.

Keempat, Tidak berbau takhayul, bid’ah, dan khurafat. Ketiga hal ini selain harus dihindari juga bisa mengakibatkan pelakunya jatuh dalam jurang kekafiran. Dapat kita bayangkan dalam rangka berobat justru Akidah tergadai, hal ini tentunya sangat disesalkan.
Realita ini sangat sering kita lihat dalam dunia pengobatan sekarang, termasuk menggunakan media-media tertentu dalam pengobatan yang tidak ada dalam tuntunan islam atau yang pernah di ajarkan Rasulullah.

Kelima, Mencari yang lebih baik. Dalam Thibbun Nabawi, seseorang dianjurkan untuk terus berikhtiar sampai penyakit itu sembuh atas izin Allah. Sesungguhnya Allah tidak hanya melihat kesembuhan yang akan dicapai, tapi proses menuju kesembuhan itupun akan dinilai oleh-Nya, apakah kita melakukan hal yang diharamkan dalam pengobatan. Jadi jika sembuh namun Akidah tergadai apalah artinya kesembuhan tersebut.
Adanya konsep pengobatan dalam Thibbun Nabawi ini menjadikan suatu  aturan bagi yang terlibat di sini, sehingga keberkahan dan kesempurnaan dari Thibbun Nabawi tersebut dapat terus dijaga. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar